20 Apr
20Apr

SEMARANG, sebagai kota raya dan lbu kota Jawa Tengah, memiliki sejarah yang panjang. Awalnya dari dataran lumpur,yang kemudian hari berkembang kencang menjadi lingkungan maju dan menampilkan diri sebagai kota yang penting. Sebagai kota besar, ia mengabsorpsi banyak pendatang. Mereka ini, kemudian mencari penghidupan dan menetap di Kota Semarang sampai akhir hayatnya. Lalu susul menyusul kehidupan generasi selanjutnya.

“Sejarah Semarang berawal kurang lebih pada abad ke-8 M, adalah daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota) dan adalah komponen dari kerajaan Mataram Kuno. Tempat tersebut pada masa itu adalah pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil. Imbas pengendapan, yang sampai sekarang masih terus berlangsung, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Komponen kota Semarang Bawah yang dikenal sekarang ini dengan demikian dulu adalah laut. Pelabuhan tersebut diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan memanjang masuk ke Pelabuhan Simongan, daerah armada Laksamana Cheng Ho bersandar pada tahun 1405 M. Di daerah pendaratannya, Laksamana Cheng Ho mendirikan kelenteng dan masjid yang sampai sekarang masih dikunjungi dan disebut Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu).”

Sejarah berdirinya Kota Semarang

Di masa dulu, ada seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak menuju ke daerah Barat Disuatu daerah yang kemudian bernama Pulau Tirang, membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan agama Islam. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu muncullah pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang.

Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pimpinan daerah dikendalikan oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II. Di bawah pimpinan Pandan Arang, daerah Semarang semakin menampilkan pertumbuhannya yang meningkat, sehingga menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dan Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah bisa dipenuhi, maka diputuskan untuk mewujudkan Semarang setingkat dengan Kabupaten. 

Akibatnya Pandan Arang oleh Sultan Pajang via konsultasi dengan Sunan Kalijaga, juga bertepatan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 rabiul permulaan tahun 954 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1547 masehi dinobatkan menjadi Bupati yang pertama. Pada tanggal itu “secara adat dan politis berdirilah kota Semarang” . Masa pemerintahan Pandan Arang II menampilkan kemakmuran dan kesejahteraan yang bisa dinikmati penduduknya. Melainkan masa itu tak bisa berlangsung lama sebab sesuai dengan tuntunan Sunan Kalijaga, Bupati Pandan Arang II mengundurkan diri dari hidup keduniawian yang melimpah ruah. 

la meninggalkan jabatannya, meniggalkan Kota Semarang bersama keluarga menuju arah Selatan via Salatiga dan Boyolali, akibatnya sampai ke sebuah bukit bernama jabalekat di daerah Klaten. Didaerah ini, beliau menjadi seorang penyiar agama Islam dan menyatukan daerah Jawa Tengah komponen Selatan dan bergelar Sunan Tembayat. Beliau wafat pada tahun 1553 dan dimakamkan di puncak Gunung Jabalkat. Sesudah Bupati Pandan Arang mengundurkan diri lalu diganti oleh Raden Ketib, Pangeran Kanoman atau Pandan Arang III (1553-1586), kemudian disusul substitusi selanjutnya adalah Mas R.Tumenggung Tambi (1657-1659), Mas Tumenggung Wongsorejo (1659 – 1666), Mas Tumenggung Prawiroprojo (1966-1670), Mas Tumenggung Alap-alap (1670-1674), Kyai Mertonoyo, Kyai Tumenggung. 

Yudonegoro atau Kyai Adipati Suromenggolo (1674 -1701), Raden Maotoyudo atau Raden Summmgrat (1743-1751), Marmowijoyo atau Sumowijoyo atau Sumonegoro atau Surohadmienggolo (1751-1773), Surohadimenggolo IV (1773-?), Adipati Surohadimenggolo V atau kanjeng Terboyo (?), Raden Tumenggung Surohadiningrat (?-1841), Putro Surohadimenggolo (1841-1855), Mas Ngabehi Reksonegoro (1855-1860), RTP Suryokusurno (1860-1887), RTP Reksodirjo (1887-1891), RMTA Purbaningrat (1891-?), Raden Cokrodipuro (?-1927), RM Soebiyono (1897-1927), RM Amin Suyitno (1927-1942), RMAA Sukarman Mertohadinegoro (1942-1945), R. Soediyono Taruna Kusumo (1945-1945), cuma berlangsung satu bulan, M. Soemardjito Priyohadisubroto (tahun 1946, 1949 – 1952 adalah masa Pemerintahan Republik Indonesia) pada waktu Pemerintahan RIS adalah pemerintahann federal diangkat Bupati RM.Condronegoro sampai tahun 1949. Sesudah pengakuan kedaulatan dari Belanda, jabatan Bupati diserah terimakan terhadap M. Sumardjito. Substitusinya adalah R. Oetoyo Koesoemo (1952-1956). Kedudukannya sebagai Bupati Semarang bukan lagi mengurusi kota melainkan mengurusi kawasan luar kota Semarang. Cara ini terjadi sebagai akibat perkembangnya Semarang sebagai Kota Praja.

Pada tahun 1906 dengan Stanblat Nomor 120 tahun 1906 dibentuklah Pemerintah Gemeente. Pemerintah kota besar ini dikepalai oleh seorang Burgemeester (Walikota). Didampingi Pemerintahan ini dikendalikan oleh orang-orang Belanda usai pada tahun 1942 dengan datangya pemerintahan pendudukan Jepang. Pada masa Jepang terbentuklah pemerintah daerah Semarang yang di kepalai Militer (Shico) dari Jepang. Sesudah oleh dua orang wakil (Fuku Shico) yang masing-masing dari Jepang dan seorang bangsa Indonesia. Tak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, pemerintahan daerah Kota Semarang belum bisa melakukan tugasnya sebab pendudukan Belanda. 

Tahun 1946 lnggris atas nama Sekutu menyerahkan kota Semarang terhadap pihak Belanda.Ini terjadi pada tangga l6 Mei 1946. Tanggal 3 Juni 1946 dengan tipu muslihatnya, pihak Belanda menaiigkap Mr. Imam Sudjahri, walikota Semarang sebelum proklamasi kemerdekaan. Pengorbanan lama sesudah kemerdekaan, adalah tanggal 15 sampai 20 Oktober 1945 terjadilah peristiwa kepahlawanan pemuda-pemuda Semarang yang bertempur melawan balatentara Jepang yang bersikeras tak bersedia menyerahkan diri terhadap Pasukan Republik.  ini dikenal dengan nama Pertempuran Lima Hari. Selama masa pendudukan Belanda tak ada pemerintahan daerah kota Semarang. Narnun para pejuang di bidang pemerintahan konsisten melakukan pemerintahan di daerah pedalaman atau daerah eksodus diluar kota sampai dengan bulan Desember 1948. daerah eksodus berpindah-pindah mulai dari kota Purwodadi, Gubug, Kedungjati, Salatiga, dan akibatnya di Yogyakarta. 

Pimpinan pemerintahan berturut-turut dikendalikan oleh R Patah, R.Prawotosudibyo dan Mr Ichsan. Pemerintahan pendudukan Belanda yang dikenal dengan Recomba berusaha membentuk kembali pemerintahan Gemeente seperti dimasa kolonial dulu di bawah pimpinan R Slamet Tirtosubroto. Cara itu tak berhasil, sebab dalam masa pemulihan kedaulatan wajib menyerahkan terhadap Komandan KMKB Semarang pada bulan Februari 1950. tanggal I April 1950 Mayor Suhardi, Komandan KMKB. menyerahkan kepemimpinan pemerintah daerah Semarang terhadap Mr Koesoedibyono, seorang pegawai tinggi Kementrian Dalam Negeri di Yogyakarta. Beliau membentuk kembali aparat pemerintahan guna memperlancar jalannya pemerintahan.

Comments
* The email will not be published on the website.
I BUILT MY SITE FOR FREE USING