14 May
14May

Sejarah Kota Bandung bermula dari Legenda Sangkuriang yang menceritakan bagaimana terbentuknya danau Bandung dan Gunung Tangkuban Perahu. Air dari danau Bandung menurut legenda, mulai mengering sebab mengalir melalui sebuah gua yang bernama Sanghyang Tikoro. Situ Aksan ialah daerah terakhir dari sisa-sisa Danau Bandung yang sudah kering. Pada tahun 1970-an masih ialah danau daerah pariwisata, sampai ketika ini sudah menjadi daerah perumahan untuk permukiman.

Kota Bandung secara geografis memang nampak dikelilingi oleh pegunungan, dan ini memperlihatkan bahwa pada masa lalu kota Bandung memang ialah sebuah telaga atau danau. Tahun 1896 Bandung belum ditentukan menjadi kota dengam data penduduk sebanyak 29.382 orang, sekitar 1.250 orang berkebangsaan Eropa, mayoritas orang Belanda. 

Pada 1 April 1906, Kota Bandung secara legal memperoleh status gemeente (kota) dari Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz dengan luas wilayah sekitar 900 ha. Tahun 1949, bertambah menjadi 8.000 ha.

Pada masa perang kemerdekaan, 24 Maret 1946, beberapa kota ini di bakar oleh para pejuang kemerdekaan sebagai strategi perang. Momen ini diketahui dengan sebutan Bandung Lautan Api dan diabadikan dalam lagu Halo-Halo Bandung. Kemudian, Kota Bandung ditinggalkan oleh beberapa penduduknya yang bereksodus ke daerah lain.

Asal muasal nama “Bandung”

Walaupun, terdapat beberapa versi munculnya kata "Bandung" yang sekarang dijuluki juga sebagai Parijs Van Java. Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan sebab tertahannya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu yang lalu menyusun telaga. Adapun legenda yang menceritakan "Bandung" diambil dari sebuah kendaraan air yang terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu bandung. Perahu ini digunakan oleh Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II, untuk melayari Citarum dalam mencari daerah kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama di Dayeuhkolot.

Ada juga sejarah kata "bandung" dalam bahasa Indonesia, identik dengan kata "banding" berarti berdampingan.

Ngabanding (Sunda) berarti berdampingan atau berdekatan. Walaupun, menurut filosofi Sunda, kata "bandung" berasal dari kalimat "Nga-Bandung-an Banda Indung," yang ialah kalimat sakral dan luhur sebab mengandung skor ajaran Sunda. Kata Bandung mempunyai skor filosofis sebagai alam daerah semua makhluk hidup maupun benda mati yang lahir dan tinggal di Ibu Pertiwi yang keberadaanya disaksikan oleh yang Maha Kuasa.

Julukan Kota Bandung

Kecuali sejarah mengenai Kota Bandung, kota ini juga mempunyai beberapa julukan yang umumnya disebut oleh masyarakat. Pertama ialah dengan julukan Kota Kembang. Istilah kota kembang berasal dari momen yang terjadi tahun 1896 ketika Pengurus Besar Perkumpulan Pengusaha Perkebunan Gula, Bestuur van de Vereninging van Suikerplanters yang berkedudukan di Surabaya memilih Bandung sebagai daerah penyelenggaraan kongresnya yang pertama.

Tuan Jacob memperoleh masukan dari Meneer Schenk supaya menyediakan ‘kembang-kembang’ berupa "noni indah" Indo-Belanda dari wilayah perkebunan Pasir Malang untuk menghibur para pengusaha gula tersebut.

Kongres tersebut dikatakan berhasil besar. Dari mulut peserta kongres itu kemudian keluar istilah dalam bahasa Belanda De Bloem der Indische Bergsteden atau ‘bunganya’ kota pegunungan di Hindia Belanda. Dari situ timbul julukan kota Bandung sebagai kota kembang.

Adapun Kota Bandung dijuluki Parisj Van Java. Pada buku Otobiografi Entin Supriatin, berjudul Deritapun Dapat Ditaklukan, diceritakan Bandung diketahui dengan sebutan Parijs Van Java atau Paris-nya Pulau Jawa. Istilah Parijs van Java timbul sebab pada waktu itu di Jalan Braga, terdapat banyak warung yang menjual barang-barang produksi Paris, lebih-lebih warung baju. Toko yang terkenal diantaranya ialah warung mode dan baju, Modemagazinj ‘au bon Marche’ yang menjual gaun wanita mode Paris. 

Kecuali itu, terdapat resto makanan khas Paris Maison Bogerijen yang menjadi daerah santap para pejabat dan pengusaha Hindia Belanda atau Eropa. Muncullah julukan lain bagi kota Bandung sebagai Parijs van Java.

Sebutan Bandung Lautan Api juga tak jarang disebut-ucap sebagai julukan untuk Kota Bandung. Pada Maret 1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk mengukir sejarah dengan membakar rumah dan harta benda mereka, meninggalkan kota Bandung menuju pegunungan di selatan. Bandung sengaja dibakar oleh Tentara Republik Indonesia (TRI) dan rakyat dengan maksud supaya Sekutu tak bisa memakainya lagi.

Bandung Lautan Api kemudian menjadi istilah yang terkenal sesudah momen pembakaran itu. Almarhum Jenderal Besar A.H Nasution teringat ketika melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), sesudah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, untuk memastikan perbuatan apa yang akan dikerjakan kepada Kota Bandung sesudah menerima ultimatum Inggris.

Istilah Bandung Lautan Api timbul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda ketika itu, ialah Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman mengamati Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.

Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan giat langsung menulis kabar dan memberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Tapi sebab kurangnya ruang untuk artikel judulnya, maka judul kabar diperpendek menjadi Bandoeng Laoetan Api.

Comments
* The email will not be published on the website.
I BUILT MY SITE FOR FREE USING